Buat Kamu

-->
“Fi, gimana, Fi?”
“Gimana apanya?”
“Itu yang kemarin gue cerita sama lo.”
“Oh, yaudah gampang, nanti istirahat gue kenalin.”
“Demi apa?”
“Iya, beneran. Mau ga dikenalin?”
“Iya iya iya…”
“Yaudah.”
“Parah, lo emang sahabat gue paling oke sedunia!”
Dika pergi meninggalkanku sambil senyum-senyum sendiri. Dika selalu begitu. Dia selalu gampang tertarik dengan seorang perempuan. Yang kali ini, dia bertemu di angkot saat dia pulang kemarin. Tak disangka tak dinyana ternyata yang dia lihat itu temanku, Intan. Aneh, padahal Intan juga satu sekolah denganku dan Dika, tapi mengapa Dika baru lihat si Intan kemarin. Ckckck.
***
Pagi ini berlalu seperti biasa, tapi tidak biasa dalam tiga bulan terakhir ini. Biasanya tiap pagi begitu sampai sekolah aku sudah disambut hangat oleh Dika, biasanya dia meminjam PRku dan menyonteknya atau bahkan hanya mengobrol biasa, tapi tidak untuk tiga bulan terakhir ini. Semenjak Dika berkenalan dengan Intan, Dika mulai dekat dengan Intan. Aku ikut senang dengan kedekatan mereka. Dika bercerita tentang Intan, begitu juga Intan bercerita tentang Dika. Untuk yang pertama kalinya aku menjadi mak comblang, tidak beberapa lama setelah perkenalan itu mereka berdua jadian. Ya, bisa ditebak itu mengapa Dika sekarang cuek denganku. Kami hanya bertegur sapa seperlunya. Dika masih suka mengobrol denganku, ya, tapi aku merasa kami sudah tidak sedekat dulu. Tidak, aku tidak cemburu. Aku hanya merasa kehilangan seorang teman. Itu saja.
Dika adalah temanku sejak SMP. Aku sangat senang berteman dengannya. Kami memiliki kesukaan yang sama, yaitu Liverpool. Ya, klub sepakbola itu. Pertemanan kami dimulai saat Dika tidak sengaja melihatku membaca buku biografi Steven Gerrard, pemain kesukaanku. Dia membahas tentang Gerrard dan Liverpool, lalu kami berkenalan. Kami mulai dekat semenjak aku tahu rumah Dika searah denganku, semenjak itu tiap sore aku pulang dengan Dika. Bahkan ketika Dika ada latihan futsal aku kadang menunggunya lalu kami pulang bersama. Kadang kami tidak langsung pulang, kami makan dulu di warung tenda dekat pasar rumah kami. Makanan favorit kami adalah mie aceh. Ya itu sedikit cerita tentang persahabatanku dengan Dika.
“Fi, kemarin gue makan sama Intan di warung mie aceh Pak Alisyah loh”
“Wah, selamat ya. Kapan ya terakhir kita makan disana?”
“Hm… udah lama juga ya.”
“Banget. Nanti sore yuk”
“Yah, maaf, Fi, nanti sore ga bisa. Gue mau nemenin Intan ke Aksara”
“Oh…”
“Fi…” Dika merangkulku, aku menghindar. “Lo ga cemburu sama Intan kan?”
“Ngapain juga gue cemburu, gue malah seneng kali ngeliat kalian berdua, Dik.”
“Iya bener juga lo. Gue cuma ngerasa akhir-akhir ini lo ga seceria dulu”
“Ya iyalah ga seceria dulu, gue udah ga ada temen ngomongin Liverpool, ga ada temen pulang bareng, ga ada temen makan di warung mie aceh Pak Alisyah…”
***
“Ntan, apa kabar Dika?”
“Baik-baik aja kayaknya, Fi. Emang kenapa?”
“Gapapa, cuma pengen tau aja”
“Bukannya rumah kalian deketan ya? Harusnya lo lebih tau kabar dia dong. Hehe”
“Iya nih, dia akhir-akhir ini jarang main sama gue”
“Ntar deh gue bilangin ke dia kalo lo kangen…”
“Ih, ngapain juga kangen.”
“Hahaha duluan ya, Fi.”
“Daaaa ati-ati ya…”
***
Jam di kamarku menunjukkan pukul 19.52. Aku duduk di meja belajarku, menatap fotoku dengan teman sekelasku, XI IPA 6. Di foto itu aku berada di sebelah Dika, dia merangkulku dengan hangat. Foto itu diambil tahun lalu, saat sekolah kami mengadakan class meeting. Tiba-tiba handphoneku bergetar. Drrrrrt…. 1 New Message from DikaJ. Aku baca SMS itu. “Fi, makan yuk di warung Pak Alisyah. Bls” Aku segera membalas. “Tumben, yaudah sekalian gue juga belum makan malem nih. Jemput ya.” Aku segera berganti pakaian dan mengambil jaketku. Setelah rapi aku kembali mengecek handphoneku, ada balasan dari Dika. “Ok…”
Aku pamit kepada ibuku. Dika sudah menungguku di depan dengan motor bebek milik abangnya.
“Nih, helmnya..” kata Dika sambil memberikan helm kepadaku.
“Ok, lo kenapa tiba2 ngajak gue makan, Dik?”
“Gapapa pengen aja makan sama lo. Udah lama juga kan? Lo ga kangen apa sama gue? Wakakak
“Ih…”
Motor pun langsung melaju.
Setelah sampai di warung tenda favorit kami, aku langsung memesan mie goreng basah untukku dan mie rebus untuk Dika. Kami duduk berhadapan. Kami hanya terdiam. Aku tidak tahu harus memulai pembicaraan dengan topik apa, sudah lama semenjak Dika jadian dengan Intan.
“Apa kabar lo sama Intan? Baik-baik aja kan?
“Iya baik-baik aja. Rabu kemarin kita 4 bulanan”
“Wah ga terasa banget ya, Dik. Kayanya baru kemarin gue ngenalin dia ke elo.”
“Iya cepet banget waktu berlalu, bentar lagi kita mau lulus juga nih”
“Kalo inget kita udah mau lulus gue langsung sakit perut. Deg-degan banget. Takut ga lulus dan ga keterima di universitas mana gitu”
“Yah jangan pesimislah, belajar makanya… Mau jadi dokter kan? FKUNPAD?”
“Iya Amin ya Allah, semoga keterima. Lo masih mau FITB ITB kan? Oseanografi?”
“Iya, kok lo inget sih?”
“Lo kan pernah menjanjikan gue bakal diving di Raja Ampat.”
“Oya, kok gue bisa lupa sih”
“Huuu, dasar lupa sama janji ke temen sendiri!” kataku sambil mendorong bahunya
Tak lama kemudian pesanan kami datang. Kami mulai menyantapnya. Kami tenggelam dalam obrolan kami tentang masa depan. Tentang rencana setelah lulus SMA. Rinduku padanya terbayar. Aku sangat merindukan momen-momen seperti ini. Momen-momen dimana aku lupa dengan keadaan sekitar, hanya ada aku, Dika dan obrolan kami yang lama-lama tambah ngawur. Setelah makanan habis Dika membayar makanan kami, tapi aku menolak. “Udah deh, Fi, itung-itung pajak jadian gue sama Intan. Hehe…” Ah, Dika memang pintar cari-cari alasan. Dika mengantarku pulang, sebelum masuk rumah aku mengucapkan terimakasih. Malam ini aku akan tidur dengan nyenyak sepertinya.
Esoknya di sekolah aku bertemu dengan Dika, dia bersikap dingin. Kami berpapasan tapi dia tidak menyapaku. Heran. Aku bertanya-tanya sepanjang hari mengapa Dika bersikap seperti itu. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Dika. Malamnya aku memberanikan diri untuk mengirim SMS.
“Dik, lo gapapa kan? Hari ini gue liat lo murung bgt. Kl ada apa2 cerita ya…”
Dika langsung membalas seperti biasa dan kami berSMS ria
“Gapapa, Fi. Cuma lagi berantem sm Intan, biasalah anak muda hahaha”
“Oh, yaudah baik2 lo. Jangan berantem lama2”
“Iya bawel, makasih ya lo perhatian banget sm gue. Jadi malu hahaha”
“Ih, ge-er bgt! Yaudah ah sana belajar, emg lo ga ada PR?”
“Ga ada tuch, asik kanLo kali yang banyak PR”
“Iya banget, kok lo tau sih. Yaudah ya bye”
“Bye :-) G’night. Sleep tight”
***
Seminggu kemudian aku melihat Intan dan Dika bertengkar di kantin. Aku tidak mendengar apa yang mereka perdebatkan, aku hanya melihat dari jauh. Malamnya aku kembali mengirim SMS kepadanya.
“Dik, td gue liat lo berantem sm Intan. Knp? Gue tlfn lo ya”
“Iya, Fi, tlfn gue aja. Gue bth cerita bgt”
Aku langsung menyambar telepon di samping tempat tidurku. Aku langsung menghubungi Dika.
“Halo…”
“Fiona?”
“Iya, Dik. Kenapa lo?”
“…”
“Dik? Lo masih disitu kan?”
“Iya..”
“Kenapa? Katanya mau cerita”
“Sebenernya gue udah mau cerita lama tentang ini”
“Kenapa sih berantemnya sama Intan?”
“Sepele sih, Fi. Lo inget waktu gue ngajak lo makan mie aceh?”
“He-eh. Terus kenapa?”
“Iya waktu itu gue ga bilang sama Intan kalo gue pergi sama lo”
“Terus?”
“Ya dia cemburu mungkin…”
“Hahahaha kok bisa sih? Gak mungkin juga gue bakal ngerebut lo dari dia.”
“Iya gue udah bilang sama dia berkali-kali, kita cuma temen”
“Terus dia gimana?”
“Awalnya dia gapapa, terus yang lo SMS gue minggu lalu. Dia baca SMSnya terus makin cemburu gitu mungkin…”
“Terus kalian gimana? Ga putus kan?”
“Ya gitu, Fi. Udah ga tahan gue sama dia”
“Loh loh loh? Jadi putus nih?
“He-eh. Udah ga bisa diperjuangkan lagi, Fi.”
“Bahasa lo, diperjuangkan… Hahaha. Yaudah jangan sedih masih banyak ikan di laut”
“Iya, Fi. Dia posesif banget. Awal-awal gue masih ngerasa kalo dia perhatian banget. Tapi lama-lama perhatiannya dia kelewatan. Dia gak suka kalo gue deket sama cewek, termasuk sama lo. Misalnya gue cerita tentang lo gitu dia pasti langsung ngambek”
“Oh, ya ampun, yaudah Dik sabar ya…”
“Fi…”
“Ya?”
“Maaf ya…”
“Maaf kenapa?”
“Gue nyuekin lo akhir-akhir ini”
“Oh iya gapapa Dik. Gue ngerti kok. Maaf juga ya waktu itu gue tiba-tiba marah sama lo”
“Iya Fi, gue ngerti perasaan lo”
“Sok tau lo. Huuu”
“Serius, soalnya gue ngerasain hal yang sama”
“…”
“…”
“Apaan emangnya?”
“Lo sebenernya kehilangan gue banget kan waktu itu. Lo kan sayang banget sama gue, Fi!
“Ih amit-amit deh mending gue sayang sama kucing gue daripada sayang sama lo”
Seandainya Dika benar-benar mengetahui yang aku rasakan sekarang. Seandainya aku cukup berani mengatakan yang sebenarnya. Kami seperti biasa tenggelam dalam obrolan kami sampai lupa waktu. Malam itu ditutup dengan sayup-sayup lagu Buat Kamu dari Syaharani di radio.
Tak perlu dekat jika hari bisa rasakan hadirnya
Tak perlu terungkap sebab hidup rahasia
Bagiku cukup ‘tuk menikmati yang ada dan terjadi
Semoga mengerti
***
Dalam rangka tugas cerpen pelajaran Bahasa Indonesia dan terinspirasi dari lagu Buat Kamu - Syaharani... Dangdut banget ga sih ceritanya hahaha

Comments

Popular posts from this blog

Official Announcement haha

Story behind Reddish

Rejection